Hari Terakhir Dalam Setahun

 


Aku tau, merindukan hal yang jelas-jelas sudah pergi itu membuat sesak di dada. Tapi apa boleh buat, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, aku tidak bisa terus berpura-pura. Itu hanya membuatku semakin terluka.

Aku mencoba berdamai dengan perasaanku, tidak ada yang perlu kubantah. Ya, Aku tetap merindukanmu. Aku harus menerima semua itu, kemudian menikmatinya dengan keadaan yang baru. Ya, keadaan tanpa dirimu.

Aku membiarkan semuanya mengalir dengan baik sesuai dengan apa yang dikehendaki tuhan. Dan seandainya kelak tuhan masih ingin mempertemukan kita Kembali. Aku harap perasaanku masih utuh pada dirimu seperti saat ini.

Kau tau, Semua yang pernah kita lewati bersama masih tersimpan hangat di dalam ingatan. Bahkan kenangan-kenangan kita sejak bangun tidur sampai bangun tidur lagi selalu menambah kerinduan. Aku masih mengenang semua itu dengan baik. Sebab dengan semua kenangan itu aku bisa mengobati rindu-rinduku. Dengan kenangan itu pula aku masih merasakan keberadaanmu.

Harapan-harapan kita telah pupus tertelan perpisahan. Namun mimpi-mimpi itu masih terikat kuat di dalam ingatan. Mimpi-mimpi yang berusaha kutenggelamkan namun masih tergenang. Mimpi yang berusaha kulupakan namun masih tertahan.

Kau ingat, aku pernah bermimpi, kelak setiap bangun tidur kau lah yang selalu kulihat pertama kali. Mimpi tentang kita yang akan makan berdua untuk menyedapkan selera. Mimpi tentang kita yang ingin menikmati suasana pantai dengan canda dan tawa. Mimpi tentang aku yang setiap saat akan memeluk dan mengecup hangat keningmu untuk membayar tuntas segala rindu.

Semua itu masih membekas. Semua itu kadang mengembalikan harap. Harapan untuk Kembali dan harapan untuk dipertemukan lagi. Harapan akan keajaiban-kejaiban yang sebenarnya tidak akan pernah terjadi. Harapan yang kadang membuat lupa bahwa kau kini telah pergi.

Kini kau telah jauh di sana. Kini kita telah tiada. Tidak disangka, senyuman-senyuman itu telah hilang. Tawa-tawamu yang menggemaskan sudah tidak lagi terdengar. Tidak ada lagi kita yang saling mengkhawatirkan. Tidak ada lagi kita yang saling memberi perhatian. Tidak ada lagi kita yang saling menunggu untuk mengobati rindu. Tidak ada lagi kita yang saling membuat lupa waktu. Tidak ada lagi kita yang tak ingin diganggu.

Aku pernah merasa nyaman ketika bersamamu. Bahkan pernah suatu saat, tanpa jeda aku merasakan kenyamanan itu. Aku menemukan diriku di dalam dirimu. Semua harapanku terbangun saat kau berada di dekatku. Kebahagiaanku menjadi hal yang paling sederhana ketika bersamamu. Kau selalu tau apa yang membuatku nyaman. Dan kau juga tau apa yang tidak aku inginkan.

Memang menyakitkan mengingat kita telah tiada. Karena ini luka paling sakit dan pertama kali, mungkin akan membutuhkan waktu cukup lama untuk bisa kembali pulih.

Namun perlu kau tau. Bahkan di saat-saat seperti sekarang, kadang aku masih ingin berbagi cerita denganmu perihal hal-hal yang baru kutemukan di sepanjang hariku. Saat ini, aku tidak lagi memiliki pendengar cerita terbaik seperti dirimu. Yang dengan kata “iya” dan “tidak”nya sudah membuatku merasa nyaman saat bercerita. Yang gampang diajak tertawa dan melukis bahagia. Yang selalu nyambung dan sepakat dalam banyak hal.

Sehingga saat ini aku hanya bisa menyimpan semua cerita-cerita baruku, menikmatinya sendiri tanpa bercerita kepada siapa-siapa. Kadang mencoba bercerita padamu, meski hanya dengan tulisan-tulisan ringkas yang tidak membuat puas. Tapi semoga suatu saat kamu membacanya dengan tuntas. 

Aku berharap, semoga Saat ini kamu sudah bisa menjaga pola makanmu. Ingat, menjaga pola makan di masa muda akan berefek baik ketika masa tua.

Hal yang masih juga aku harapkan, semoga kamu di sana tidak berhenti belajar. Kamu tau kan, termasuk salah satu mimpiku adalah melihat ulama perempuan berwujud dirimu. Betapa sangat kagumnya aku andaikan melihat semua itu. Wanita yang begitu sempurna di mataku menjadi ulama perempuan. Pasti sangat luar biasa.

Oooiya, tempo hari aku ngafe. Tapi sendirian saja. Aku jadi teringat kembali dengan mimpi-mimpi kita untuk ngafe berdua. Sempat berandai-andai ada kamu menemaniku waktu itu. Maafkan aku, aku tidak bermaksud berharap Kembali. Tapi bayangan itu muncul tiba-tiba. Bayangan kita duduk berdua, saling berbagi cicipan makanan. Dengan penyedap rasa berupa cerita dan senyuman.

Aku bingung, kadang aku juga menangis tiba-tiba. Air mata mengalir tanpa sebab. Merasakan sesak di dada. Apakah itu sebab kau sedang bersedih di sana? semoga saja tidak begitu. Semoga kamu di sana Bahagia. Namun, jika memang benar kau di sana bersedih, aku berharap tuhan memindahkan sedihmu kepadaku. Biarkan aku menanggung semua beban dan kesedihanmu. Aku ingin kau bahagia meski jauh dariku. Aku ingin kau Bahagia meski tanpaku.


 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Nas dan Dzahir di Dalam Ilmu Ushul Fikih

Fajar Di Surau

Kriteria Sifat Adil Yang Harus Dimiliki Dua Saksi Dalam Akad Pernikahan