Cerpen : Satu Hari Dalam Setahun 7


 Catatan Putri

Kenangan 08 Desember 2004


Aku menatap ke arah barat, menyapu bersih pandanganku ke atas langit. Rupanya, langit masih tetap sama. Masih tetap biru mempesona seperti warna kesukaanku. Pagi ini aku sibuk menikmati keindahan yang diciptakan oleh tuhan. Diiringi desir angin yang tidak begitu kencang.

Emmm. Sebenarnya, aku adalah wanita yang tidak peka. Cuma kalau di depan Bian aku selalu mengaku bahwa aku adalah orang yang paling peka. Tapi pada akhirnya, Bian tahu juga kalo sebenarnya aku tidak peka, hehe. Sedang Bian adalah laki-laki super peka. Dia adalah orang paling peka sedunia menurutku. Bian mampu menjelaskan kata yang tak pernah aku ungkapkan dengan kata-kata. Dan memang Bian selalu tau dengan apa yang aku rasakan. Ini juga menjadi salah satu hal yang membuat aku nyaman bersama Bian.

***

Aku ingin menceritakan sebuah kenangan, kenangan pahit yang pernah aku jalani bersama Bian. Sangat lekat diingatanku. Waktu itu tanggal 08 Desember 2004. Tepat pada hari Rabu, aku pernah membuat Bian marah. Bian cemburu dengan sikapku yang care dengan laki-laki lain. Ternyata Bian pencemburu sekali. Aku tau, aku dan Bian sudah menjalani dunia baru. Dan perlu bagiku untuk merubah sikapku dan melupakan duniaku yang lama.

Setelah kejadian hari itu, Bian menghindar dari aku. Sudah dua hari Bian tidak memberiku kabar padaku. Awalnya aku tidak tau kenapa alasan Bian bersikap seperti itu. Aku tidak peka kalau waktu itu Bian sedang marah. Aku pikir itu hanya sebuah jeda, agar kita tidak bertemu setiap hari. Jeda agar kita tidak selalu berinteraksi, agar rindu tetap terjalin di dalam hati. Sampai pada akhirnya, bian mengutarakan perasaannya melalui sebuah pesan. Pesan yang menyampaikan bahwa ia sedang cemburu.

Setelah mendapat pesan itu, aku bingung harus meminta maaf dengan cara bagaimana. Karena kesalahan ini adalah kesalahan yang sama dan terjadi berulang kali. Aku hanya bisa meminta maaf kepada Bian melalui pesan singkat.

“Bian aku minta maaf”

“Aku lelah, hanya butuh istirahat. Mungkin hanya beberapa waktu, sampai aku baik-baik saja” balas bian.

“Jika istirahat akan membuat kamu semakin membaik, maka istirahatlah. Sampai kamu benar-benar baik-baik saja. Dan meski aku berkali-kali melakukan kesalahan yang sama ini, apakah hatimu tetap lapang untuk menerima permintaan maaf dari aku?” Bian tidak menjawab.

"Bian, maafkan aku yang masih kurang berhati-hati. Yang masih belum bisa memilah mana yang biasa-biasa saja dan mana yang mengganggu hati. Terimakasih sudah mengutarakan apa yang sudah kamu rasakan. Semoga kamu selalu baik-baik saja setelah kejadian ini" batinku.

Waktu itu, aku merasa bingung. Aku tidak tahu kapan Bian akan baik-baik saja. Rasa menyesal, serba bersalah, takut, semuanya melintas di dalam benakku. Aku tidak suka kalau Bian marah. Karena itu membuat aku bingung dan kepikiran. Tapi aku tau, cemburunya, marahnya, diamnya, menghindarnya, merupakan tanda betapa dalamnya perasaan Bian.

***

Suatu sore di senja hari.

Tiba-tiba, setelah beberapa hari. Bian mengajakku bertemu di pantai tempat kita biasa bertemu. Aku sengaja datang lebih awal dari waktu yang telah kami sepakati. Aku ingin menikmati soreku di pantai ini. Aku suka laut. Suka sekali. Luasnya, ombaknya, birunya, sungguh indah sekali. Tidak lama kemudian, Bian datang memelukku dari belakang.

“Bian…”

“Sayang, dari kemarin aku sudah berusaha untuk baik-baik saja. Aku minta maaf. Aku sudah berusaha berkali-kali mencoba melawan rasa marah ini, tapi tetap tidak bisa. Maaf aku sudah membuat kamu tidak nyaman, sudah membuat kamu kepikiran, kamu pasti kepikiran”.

“Sudah Bian, lupakan saja, yang penting kamu baik-baik saja sekarang” Bian semakin erat memelukku.

kejadian itu merupakan pertengkaran batin kami yang paling dahsyat di dalam cerita ini. Cintalah yang membuatnya seperti itu, menjadikan hal yang biasa saja menjadi luar biasa. Yang aku suka dari pertengkaran aku dan bian adalah endingnya. Bagaimana cara kami mengakhiri kegetiran hati. Bagaimana kami tersenyum kembali setelah menjalani hari-hari yang pahit. Dan seperti biasa terjadi, setelah adanya perdamaian, yang tersisa hanyalah bertambahnya rasa sayang. Aku semakin menyayangimu Bian. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Nas dan Dzahir di Dalam Ilmu Ushul Fikih

Fajar Di Surau

Kriteria Sifat Adil Yang Harus Dimiliki Dua Saksi Dalam Akad Pernikahan