Cerpen : Satu Hari Dalam Setahun 5

 


Catatan Putri

Kenangan 14 Maret 2002

 

Sebelum melanjutkan cerita lebih jauh, aku ingin menceritakan tempat asalku dan bian. Aku berasal dari kota Probolinggo Jawa Timur, sedangkan Bian berasal dari kota Istimewa Yogyakarta. Kami sekarang sedang kuliah di Salah Satu Universitas ternama Di Kota Bandung. Di sanalah, aku dipertemukan dengan bian. Orang yang saat ini adalah kekasih hatiku.

Sampai saat ini, aku masih tidak menyangka bisa dipertemukan dengan orang seperti bian, bian pun merasakan hal yang sama. Bahkan kami berdua pernah memiliki pertanyaan yang sama. Kenapa kami tidak dipertemukan dari dulu? Kenapa waktu pertemuan dan perkenalan kami tidak terjadi lebih awal lagi? Seandainya itu bisa terjadi, mungkin akan terjadi banyak kenangan yang membahagiakan hati.

Tapi tidak apa-apa, aku tetap merasa sangat bahagia dengan perjalan cerita ini. Bahagia dengan apa yang sudah ditakdirkan tuhan. Aku yakin ini yang terbaik, bahkan mungkin ada maksud yang lebih baik. Cerita kami, sudah sempurna menurutku. Tinggal bagaimana cara kami membawanya agar bisa mengiringi waktu.

***

Malam ini, aku jauh dari bian. Aku berada di tempat asalku, tempat tinggalku bersama orang tuaku. Aku pulang karena ada beberapa kepentingan yang harus aku selesaikan. Meskipun hanya tiga hari aku berada di sini, tapi rasanya seperti berhari-hari. aku sangat merindukanmu bian. Apakah kamu di sana juga merindukanku. Berada jauh darimu, hanya membuatku mengingat kenangan-kenangan kita sebagai obat rindu.

Aku ingat itu, malam itu Bian mengajakku bertemu di cafe biru, tempat kami biasa bertemu. Ini pertemuan pertama kami, setelah tanpa sadar dan tanpa disepakati kami menjadi sepasang kekasih.

“Hey” Bian menyapaku sambil tersenyum.

Aku menoleh dan membalas senyumannya.

“Sini duduk” Bian mempersilahkan aku duduk di depannya.

“Kamu sudah dari tadi?” Aku mencoba memulai percakapan.

“Lumayan”

Malam itu aku kikuk sekali. Tiba-tiba mulutku bungkam, tidak tau harus berkata apa. Rasanya berbeda. Padahal sebelum-sebelumnya kami sudah sering bertemu seperti ini. Tapi kenapa sekarang aku bersikap tidak seperti biasanya. Apa karena sekarang Bian adalah kekasihku? atau mungkin karena kami memang sedang menjalani cerita baru? Entahlah, aku masih mencoba menyesuaikan diri dengan semua ini.

Bian mencoba mencairkan suasana, mencoba menghilangkan rasa canggungku. Dia seperti tau kalau aku sedang merasa canggung. Aku masih canggung dengan sikap Bian. Mungkin aku belum terbiasa dengan tatapan baru kami. Atau mungkin juga karena sebelumnya kita pernah menjadi sahabat, terlalu sering bercanda. Bahkan aku kadang masih menganggap semua perubahan ini sebagai sebuah candaan. Tapi ini nyata. Sekarang Bian bukan orang lain lagi. Dia adalah seorang kekasih, dan getaran saat bertemu dengannya sudah cukup menjadi bukti.

Langit yang terlihat dari dalam cafe tampaknya sudah tidak kuat lagi membendung air hujan. Membiarkannya terjun lepas ke bumi. Dari luar sana terdengar suara hujan yang sangat deras. Lagi-lagi hujan menambah keindahan moment kami berdua. Entah, ini hanya kebetulan atau sebuah isyarat kebahagiaan, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

Bian tiba-tiba memecahkan lamunanku.

“Tau nggak, kenapa setelah hujan ada pelangi?” kata bian

“Gak tau Bian, kan aku gak suka pelajaran IPA”

“Karena hujan ingin memberikan keindahan, setelah membuat baju orang-orang basah, setelah membuat jemuran gak kering-kering dan setelah membuat kamu kedinginan. Hehe” kata bian. Aku tersenyum, tersipu malu. 

Lalu bian menggenggam tanganku, mencoba memberikan kehangatan. Sambil tersenyum dia lanjut bertanya. “Bolehkaaan aku menggenggam tangan kekasihku?” Aku masih tersenyum, tidak menjawab.

“Eh iya, kenapa pelangi kok cuma setengah lingkaran ya? Kamu tau nggak?” tiba-tiba Bian bertanya lagi.

“Kenapa emang?”

“Karena separuhnya lagi ada di kedua matamu”

“Ihhh Bian, dasar”

Aku semakin melebarkan senyumanku. Aku bahagia. Terimakasih Bian. Seperti itulah bian, selalu ada-ada saja. Ini yang membuat aku nyaman bersama Bian. Kenyamanan yang membuat kami merasa betah. Bian selalu punya cara untuk membuat semuanya terkesan berbeda. Bian selalu punya cara agar aku tersenyum bahagia.

 

-Bersambung....


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Nas dan Dzahir di Dalam Ilmu Ushul Fikih

Fajar Di Surau

Kriteria Sifat Adil Yang Harus Dimiliki Dua Saksi Dalam Akad Pernikahan