Cerpen : Satu Hari Dalam Setahun 4
Catatan Bian
Kenangan 20 November 2001
Matahari di arah
barat sudah hampir terbenam. Sudah sehari penuh aku dan putri jalan-jalan
mengelilingi kota tempat kami kuliah. Kebetulan waktu itu hari minggu, kami
berdua menikmati hari libur bersama. Kemudian mengakhirinya dengan melihat
pemandangan mata hari terbenam di tepi pantai yang indah.
Nama pantainya
adalah Sayang Heulang, pantai yang dikenal sebagai tempat terindah di kota tempat kami kuliah. Keindahan pantai Sayang Heulang ternyata mampu mengobati rasa lelah kami setelah
berjalan seharian.
Di tepi pantai
itu, aku dan putri hanya berdua saja. Suasana waktu itu begitu sepi, mungkin
kerena para pengunjung lain sudah banyak yang pulang, mengingat waktu mulai
menghampiri malam. Rasanya sepi, di sana hanya ramai dengan suara ombak
dan angin yang tidak terlalu kencang.
Burung-burung berterbangan
ke arah barat, seperti mengejar matahari yang beberapa menit lagi tidak akan
terlihat. Wajah putri masih terlihat semangat. Aku ingat itu, dia duduk di sampingku
dengan jarak yang begitu dekat. Menatap langit sore yang indahnya cukup
memikat.
“Bian, aku punya
lagu buat kamu, dengerin yaa” ucap putri, sambil mengambil mp3 yang berada di
tasnya. Kemudian ia memakaikan headset ke telingaku.
“lagu apa?” tanyaku.
“coba dengerin
dulu, barangkali kamu tau sama lagu ini” jawab putri
Putri mulai
memutar lagunya, aku mendengarkannya dengan seksama. Lagunya terasa begitu nyaman
di telingaku. Sementara putri memandangiku, menungguku selesai mendengarkan
lagu yang diputarkannya.
“gimana? Enak
didengar lagunya kan?” kata putri, sembari menunggu komentar baik dariku.
“iya enak. Aku tau lagu ini. Judul lagunya dear good kan? Penyayinya
Avanged Seven Fold. Aku memang suka lagu ini” komentarku.
“aku juga suka lagunya, ayo kita dengarkan lagi berdua” ajak putri, sambil
menahan senyum.
Di sore itu, kami menikmati lagu berdua. Aku paham maksud putri mengajakku
mendengarkan lagu romantis sambil menikmati keindahan suasana di sore hari. Dia
seperti memberiku isyarat, mengajakku untuk jujur dengan apa yang selama ini
kami rasakan. Tentang apa yang tersembunyi di dalam dada, tentang rasa nyaman
yang kerap kali membuat bahagia.
Putri seperti mengajakku bercerita perihal rasa tanpa menggunakan kata-kata.
Membiarkan keadaan dan momen di sore itu yang mengungkapkan semuanya. Kami berbicara
melalui ombak, angin dan hangatnya cahaya matahari. Suara burung-burung yang menuju arah
pulang mewakili hati kami yang berterbangan.
Aku dan putri hanya bisa diam. Akhirnya, matahari terbenam dengan sempurna.
Hangatnya hilang, cahaya langit mulai berkurang, tergantikan oleh gelapnya
petang. sebuah isyarat yang sempurna. Putri menyandarkan kepalanya ke pundakku,
aku membalas erat dengan sebuah pelukan.
Aku berbisik lembut di telinganya “tutup matamu”.
“sudah kututup sejak tadi” balas putri, sambil tertawa.
Malam tiba. sejak hari itu, tanpa disadari dan disepakati, aku dan
putri resmi menjadi sepasang kekasih.
-Bersambung...
Komentar
Posting Komentar