Cerpen : Satu Hari Dalam Setahun 2
Catatan Bian
Kenangan 19 Oktober 1999
Namanya cafe biru, di sana kami
merasakan pertemuan pertama. Di sanalah semua kisah ini dimulai dari pertemuan
singkat antara aku dan putri. Aku masih ingat, tepat pada tanggal 19 oktober 1999, jam
10 pagi, Saat itu putri sedang duduk sendirian di sebuah meja café. Begitu pula
aku, duduk sendirian di samping kanan putri, berjarak lima meter dari tempat
duduknya.
Ada satu hal yang tidak bisa aku pungkiri
saat pertama kali aku bertemu dengannya. Pada tatapan pertamaku, pada tatapan
putri yang indah. entah mengapa, disaat pertama kali aku melihatnya, aku
benar-benar merasakan kesan yang berbeda. Kesan yang tidak pernah kutemukan sebelum
bertemu dengannya.
Waktu itu, aku ingat itu, putri memakai
baju dengan warna cream. Penampilannya anggun, menurutku. tatapannya teduh, aku
bisa merasakannya dari caranya menatap buku yang sedang ia baca di atas meja café itu.
Putri memiliki daya tarik yang cukup kuat. Bagaimana tidak, tanpa sadar
ia telah menarik tubuhku untuk mendekatinya, sampai aku berada pada jarak satu
meter dekat dengannya. ia belum tau aku berdiri di dekatnya, mengamati dia yang sedang menikmati
secangkir kopi dan membaca buku.
“mas” sapanya, sambil melambaikan tangannya
di hadapanku, mencoba menyadarkanku yang sedang tertegun.
“eh, iya” jawabku.
“ada apa ya” putri melanjutkan dengan
pertanyaan.
“lagi cari teman ngobrol, boleh saya duduk
di sini, di dekat mbak?” pintaku, dengan wajah penuh pengharapan.
Ia masih diam, wajahnya terlihat ragu untuk
memperbolehkanku duduk di dekatnya. Sekitar lima detik aku menunggu, akhirnya
ia bersuara “hmmm, boleh” jawabnya. aku segera mengambil kopi di mejaku,
kemudian duduk di dekatnya.
Rasa senang terlukis diwajah sebab aku bisa
duduk di dekatnya, Tanpa berpikir panjang aku segera menjulurkan tangan untuk
memulai perkenalan “perkenalkan ba’, nama saya bian”.
“oooh iya, nama saya putri” ucapnya, sambil
menjabat tanganku. Dengan senyuman yang terlihat jelas di depan mataku. Entah,
apa yang aku rasakan waktu itu. Jantungku berdebar begitu kencang ketika putri membalas
menatapku.
Di meja itu, kami mengobrol dan saling
berkenalan lebih jauh. Tak terasa setelah lima puluh menit berlalu, hujan tiba-tiba
turun di luar café. Hujan yang turun terlihat begitu jelas dari balik jendela dekat tempat kami
duduk. Membuat kami terdiam sejenak menghentikan obrolan dan memperhatikan
hujan yang baru datang.
Hujan yang turun seperti sedang mengurung
kami berdua di dalam café. Hujan begitu deras, membasahi pohon dan bunga-bunga
di halaman café. cuaca semakin dingin, seperti menuntut kami untuk melakukan
obrolan hangat. di belakang jendela, terdapat sangkar burung berwarna coklat,
di dalamnya terdapat dua ekor burung. Yaitu satu ekor burung merpati dan burung
gagak. Dari sana, aku menemukan bahan untuk kembali melanjutkan
obrolan.
“kamu percaya tidak, kalok cinta itu timbul
karena adanya kesamaan?” tanyaku.
“semisal?” putri mencoba memperjelas
pertanyaanku.
“seperti laki-laki dan perempuan yang
saling jatuh cinta sebab adanya kesamaan di antara mereka, misalnya sama-sama
hobi menulis”
“atau bisa jadi sebab berasal dari daerah
yang sama”
“atau sama-sama pernah disakiti mantan
kekasih, hehehe” putri juga tertawa mendengar pernyataanku yang satu ini.
“Tapi bian, coba kamu lihat dua burung di
dalam sangkar itu. Yang satu merpati, satunya lagi burung gagak. kenapa kedua
burung tersebut terlihat saling jatuh cinta padahal keduanya berbeda?” putri
coba menyanggah. Seperti tidak setuju dengan pendapatku.
“Putri, kamu belum melihat kaki mereka?
Coba perhatikan, kaki mereka sama-sama diperban, kaki mereka sama-sama terluka”
“oooh iya ya..” tanda setuju dari putri.
“Nah, ini lagi. Kita duduk berdua,
sama-sama minum kopi. Ada kemungkinan setelah ini kita bisa saling jatuh cinta”
aku coba memberi isyarat, dia tersenyum membuatku semangat.
-Bersambung…
komen yok....wkwkwkw
BalasHapusapakah gagak dan merpati tsb akan mempunyai anak seekor burung zebra? xixiix :p
BalasHapus